Selasa, 02 Oktober 2012

,

Cerpen : Maaf dalam secangkir Kopi


 “Mas, pesan satu americano dan satu caffe latte ya!”
“Ada tambahan lain mas?”
“Mungkin dengan roti bakar saja satu ya”.
“ Baik..”

            Mataku tertuju pada wanita disampingnya, wanita berkerudung merah itu. Sepertinya aku mengenalinya, wajah yang tak lagi asing denganku. Aku bergegas mempersiapkan pesanan meja bernomor 20 itu. Meja yang juga penuh berjuta kenangan dengan seseorang.  
           
           “Maaf mas,ternyata americano nya sedang kosong. Mau diganti dengan yang lain?”

Sementara ia mengganti pilihannya. Pandanganku tak berubah, menatapi wanita itu yang menunduk dan mengarah pada blackberry yang dia genggam. Dia tidak menatap, semua pilihannya ia serahkan kepada lelaki berjambang itu. Aku berharap dia menatapku dan meyakinkanku apa aku mengenalinya.

“ Flat White saja deh Mas!”
“ Untuk kopinya, mau Latte Art / digambarkan dengan apa?”
“whaah.. teriaknya!”
“Apa saja deh mas. Kamu mau apa ma?”
Lelaki itu menyebutkan namanya. Ma.. hanya menyebutkan potongan namanya..
“Apa saja deh!”
“Baik. Ditunggu ya Mas dan Mbak”.

            Aku terus ingin tahu tentang dia. Flat White pesanan lelaki itu aku lukis wanita berkerudung dengan wajah tersenyum. Aku tak melihat kehangatan diantara mereka. Terdiam dan sibuk dengan Blackberry digenggamanya. Ntah apa yang sedang terjadi dengan mereka.
            Terlihat wanita berkerudung merah itu mengangkat kepalanya dan kemudian berjalan mengarah ke toilet. Aku tidak bisa mengenalinya dengan jelas. 
“ Astaga aku lupa! Kacamataku tertinggal. “
“Aku, tetap tidak bisa melihatnya dengan jelas”.
Perlahan kukerutkan mataku dalam, kuusap kedua mataku. Lalu.. Dia menghilang. dan aku terlambat. 
“Flat Whitenya dan Roti Bakarnya, Mas. Caffe Lattenya sebentar ya”.
“ OK”
Aku sengaja menahan minuman untuknya. Aku mengusap mataku dalam, mengerutkan, menutup dan membuka mata, agar aku bisa mengenalinya. Aku melihatnya cukup jelas. Kemudian aku melukiskan gambar di minuman yang dipesannya.
“ Mbak, ini Caffe Latte nya ya. Terima Kasih”.
“ Terima Kasih”.
Sampai saat itu dia belum tersadar. Aku melukiskan wajah senyum terbalik dan kutuliskan "Sorry”.

Kemudian dia meneggakkan badannya dan menatap ke arahku. Salma maafkan aku atas kesalahanku meninggalkanmu saat itu, dalam hatiku. Aku tak pernah mengucapkan apapun kepadamu. Meja yang kamu duduki saat ini penuh dengan kenangan pahit bersamaku. Kamu menunduk tak mau melihat angka yang terpasang di meja, serta lingkungan sekitarnya. Aku menyesal. 
Lalu kamu menatapku dan menganggukan kepalamu. Aku tak begitu paham maksud anggukkanmu. Tapi aku tahu mungkin saat ini kenangan itu tak bisa hilang. Dan aku rela jika minuman itu kamu habiskan, karena kamu tak memaafkanku. Walau aku sebagai pelukis kopi, tapi aku sudah melukiskan kata maaf dalam kopi favoritmu, Salma. 

 -@dudepanai-

0 coment�rios:

Posting Komentar

thanks ya sudah mengunjungi blog saya ;)