Minggu, 04 Desember 2011

, ,

Langkah dari Jogja (3): Jalan Kaki, Beringin, Becak dan Pulang *

Aduh lanjutannya telat ya :D. Sekarang dimulai lagi nih...

Jogjakarta kota tua bernuansa klasik dan jawa banget. Saya senang, karena tidak terlalu penuh dengan kendaraan umum, sedikit bebas polusi, walau siang panasnya ajib. Kendaraan disini cuma ada 4 menurut saya, ada becak, andong, trans jogja, dan jalan kaki. *hanya untuk wisatawan ;D. Saya salah satu korban film televisi (ftv) yang kadang suka sama lokasi shooting mereka. Suka terbawa suasana arus ftv. ha.ha. Rata-rata semuanya saya singgahi. *kedip-kedip mata

Sudah bisa beradaptasi dengan suasana malam begitupun pagi,siang,dan juga sore. yeah \m/. Pagi itu memang cerah, sangat cerah sehingga memutuskan untuk bergegas keluar kamar dan menikmati matahari di Jogjakarta. Pukul sepuluh waktu setempat, keluar penginapan dan ternyata wow matahari menyapa dengan senyumnya yang manis, silau men! :D . Dengan ala bule di Jogja, kacamata hitampun dipakai. Kami layaknya turis, nggak peduli lagi deh mau diomngin apa. Tujuan hari ini, jalan-jalan, belanja, kuliner dan berburu oleh-oleh. 

Dimulai dari berburu souvernir di sekitar Jl. Malioboro. Sepanjang jalan Maliboro disana surganya kerajinan. Mulai dari gelang, gantungan kunci, blankon,dll. Tapi kami memilih untuk masuk ke dalam toko di daerah yang sama. Tokonya cukup besar. Disana banyak sekali jenis-jenis suvernir, tas, baju, kerajinan tangan, gelang, kalung, dan sejenisnya. Amazing! harganya cukup terjangkau dan nggak capek buat nawar, harga pas mbak!. Selama kurang lebih satu jam, kami memutuskan tidak membeli apa-apa, hanya melihat dan pantau harga. *nyengir . Jogja bener-bener membuat saya semakin cinta batik dan Indonesia. 

Memutuskan untuk jalan kaki di siang hari memang nggak pas ya. Kami lebih memilih jalan kaki untuk berkunjung ke pasar penuh belang-belang dan corak-corak, Pasar Bringharjo. Saatnya berburu mbatik.  Jalan kaki ditemani matahari siang, kacamata hitam, dan perut lapar. Menahan lapar untuk kali ini saja. Pasar Brigharjo itu hawanya beda. Bawaannya pengen nawar dan belanja. Teriakan mbak-mbak dan ibu-ibu menawarkan barang dagangannya,jadi inget saya kalau lagi jualan. Awalnya hanya lihat kanan dan kiri, ke belakang sampai nemu jalan buntu. Trus naik ke atas turun lagi. Duh bener-bener cari celah untuk nawar habis-habisan. Kasian banget para lelaki,mukanya sudah ingin pingsan sepertinya. Tapi mereka tetap setia menemani kita berbelanja. Singkat cerita jiwa ibu-ibu kami keluar. Saya pisah rombongan berkeliling sendiri mencari baju. Intinya cari baju yang pas dan cocok, Tawar menawar,tinton ngeborong batik. Titipan semua. Maklum keluarganya banyak :p. Kalau saya memang nggak ada yang nitip tapi ya sekedar oleh-oleh. Dan ngubek-ngubek pasar itu nggak kerasa ya. Dua jam sudah di dalam sana. Haus, lapar, lemas, panas menyatu deh. 
Bringharjo dan Mirota

Perjalanan tak berhenti di sana. Kami memutuskan untuk pergi ke pasar batik berlabel dan ber-AC, yaitu Mirota.Ternyata di sana juga lagi diskon. Pas mantap deh. Memang bukan pasar, tapi toko baju yang juga menyediakan banyak pakaian batik dan asesorisnya serta aneka pakaian lainnya. Di sini juga saya memutuskan memborong beberapa jenis pakaian bernuansa batik. ;). Milih-milih, coba-coba, dan akhirnya selesai. "Udahan nih? dari tadi nggak beres-beres" dua lelaki menegaskan kepada saya dan juga tinton. Ha.ha tampaknya sudah mulai merasa bsan dan lelah. Dua jam juga ditempat ini. Begini jalan sama perempuan dan calon Ibu-ibu. Kalau belanja suka khilaf waktu. *nyengir

Sudah pukul tiga sore, setengah hari itu nggak kerasa lho apalagi kalau belanja. Mirota ke penghinapan kami memang cukup jauh kalau ditempuh jalan kaki. Jalan kaki tetap jadi favorit transportasi sepanjang hari itu. Lapar dan mulai pada emosi jiwa, Senggol Bacok. Itu tanda sudah mulai kelaparan tingkat dewa. KFC, memang tempat favorit kami. Seolah-olah mereka jadi sponsor setiap kegiatan kami.  Pilihan tercepat saat tak ada waktu untuk berfikir lagi. Jangan ditanya keramaian ditempat ini, sepi. Kesempatan menempati sofa. Perut terisi full dan tanda-tanda perlu istirahat, butuh kasur.

Ternyata kami memutuskan untuk kembali ke tempat sovernir. "Kagok, sakali jalan". Iya
sekalian jalan, sekalian capek, sekalian pegel, sekalian tepar. Memilih-milih tau-tau memang sudah jam empat. Saatnya gerak cepat dan pulang ke penginapan. Rasanya siang itu khilaf dengan sejumlah belanjaan dan tumpukan plastik terikat. YA Allah. ^^

Seusai magrib memutuskan untuk menikmati malam terakhir di kota Jogja dengan menggunakan becak. Suasana sih sebenarnya didukung kalau sama pacar. he.he Tapi sama sahabat juga sama saja. Udara malam yang cukup dingin dengan semilir angin, becak digayuh dengan penuh suka cita. Bercerita dengan Bapak-Bapak becak, seolah-olah akrab. Dengan modal Rp. 20.000/becak dari Maliboro saya bisa menikmati perjalanan yang cukup jauh. Menantang dan saatnya mengabadikan dalam lensa. Dari tugu pusat kota, kantor koran daerah jogja (kedaulatan rakyat), Pusat kota, dagadu, bakpia, sampai ke alun-alun Jogjakarta. Semuanya saya abadikan dalam potret. 

Eksis Dulu ;p
Dagadu, tempat toko baju anak-anak muda dengan desain unik dan Jogja banget. Khas dengan tulisan-tulisan Bahasa Jawa. Belanja lagi nih. Awalnya cuma nganterin bos dan firza belanja, lama-lama ingin belanja juga. Di sini tempat mereka bellanja, bukan pasar atau Mirota tadi. Beda selera sih. Ingin yang pasti-pasti saja dan pas di kantong serta nggak terlalu banyak orang. Dagadu memang terkenal banget di Jogja tanpa terkecuali di luar Jogja. Kami berada di Dagadu gerai utama yang di Jl. Pakuningratan 15 Yogyakarta, tulisannya UGD (Unit Gawat Dagadu). Sebenarnya intinya kami ikut kemana becak mengantarkan. Eh tau-tau udah sampai di sana. 

Bakpia adalah oleh-oleh yang paling pas untuk dibawa. Kami memilih Bakpia 25, memang bakpia yang paling terkenal. Bakpia Pathuk "25" terletak di Jl. AIP II KS Tubun NG I/504, desa Pathuk Yogyakarta. Di sana sih disambut baik oleh salah satu pegawainya. Sampai dipersilahkan kami untuk melihat prosesnya dan juga mengabadikannya. Seru.. Dan nggak khawatir, karena memang ini langsung disajikan masih panas.
Bakpia 25
Beringin Kembar
Berakhir sudah menghabiskan uang, memang sudah sangat malam pukul setengah sebelas malam. Sahabat saya tinton nggak akan pernah bisa tidur kalau belum main ke alun-alun selatan, ya Beringin Kembar yang penuh dengan mitos dan misteri. 
Mitosnya sih katanya memang jaman dulu, ada pemuda yang ingin menikahi anak sultan. tapi syaratnya harus bisa melewati 2 pohon itu dengan mata tertutup. Eh nyatanya dia gagal. Katanya hanya orang yang tulus dan baik hatinya yang bisa melewatinya Lebih lanjut sih klik disini.
Intinya kalau yang berhasil itu bisa sesuai sama apa yang diharapkan, hatinya baik dan tulus. kalau kata kami sih Fokus. Segala sesuatu ya fokus. Alhamdulilah setelah gagal diputaran pertama jarena belok dan sedikit lagi nabrak, putaran ke-2 berhasil. Tinton juga diputaran pertama berhasil, kedua eh muter dia, serongnya jauh banget. Coba lagi berhasil. Bos memang  sudah percaya diri duluan, jadi dia berhasil. Firza aduh entah kemana arahnya _ _! haha. 
Tapi yang saya liat memang ngga banyak yang berhasil. Malah ada yang berputar 180 derajat. Aneh tapi nyata. Apa ngga tulus gitu? Antara mitos dan kepercayaan diri. :)

Jam dua belas malam sudah. Sayang melewatkan momen malam satu suro. Malam Satu Suro (Tahun Baru Islam) di Jogja penuh dengan segala macam nuansa kental keraton dan  jaman dulu. Adat seperti ini yang baru saya lihat dan saksikan. Sindennya trus pakaiannya. Amazing deh! Satu suro ramai dengan penduduk sekitar. Upacara selesai, setelah itu konon katanya jalan bisu selama 5 KM. hmhm kita sih memilih kembali ke penginapan, lagi-lagi jalan kaki. ha..ha..
Malam Satu Suro

Yah kita pulang ke Bandung. Terima Kasih Jogja atas liburan, pengalamannya, cerita dan juga potretnya. ^^

Bye Jogja, See You Next Time

1 komentar:

thanks ya sudah mengunjungi blog saya ;)